Makassar-Violet,
Dinamika kampus kini sudah berubah. Budaya dalam upaya pembentukan mental untuk
menjadi pribadi yang kritis melalui proses kaderisasi sekarang mulai luntur
seiring berjalannya waktu. Hal ini, membangun kontradiksi dan kontrapersepsi di
dalam organisasi, senior, dan para alumni yang sangat tahu betul manfaat dari
sebuah proses kaderisasi. Ospek merupakan langkah awal bagi mahasiswa baru
(MABA) dalam mengenal dunia kampus. Ospek merupakan cara memposisikan maba
dengan senior agar budaya saling menghormati tetap terjaga dan utuh.
Namun,
beberapa orang memandang ospek adalah kekerasan seperti yang dikatakan oleh
Pembantu Ketua (PUKET) III, A.Yusuf, S.K.M, M.Kes di ruangannya. “Ospek sama
dengan kekerasan. Keputusan ospek ditiadakan yaitu dari Dikti melalui aturan
bahwa ospek, perpeloncoan , dan sejenisnya ditiadakan di perguruan tinggi
diganti dengan sosialisasi almamater.”
Perubahan
ini dipandang serius dan muncul kecemasan di hati para senior – senior. Yang notabenenya
adalah orang – orang yang sangat peduli dengan mortalitas adik – adik mahasiswa
baru. Aturan tetaplah aturan dan sudah menjadi keputusan final dari pihak
kampus. Pertanyaannya apakah ospek ini dibekukan sampai periode-periode
berikutnya?.
“Ospek, Bina akrab atau inagurasi kedepannya
tidak ada lagi, karena hal ini seperti turun temurun dan pasti ada kekerasan di
sana. Apalagi bina akrab atau inagurasi kegiatannya di luar, saya khawatir akan
terjadi pembalasan dendam,kekerasan, dan lain-lain karena pada dasarnya fisik
kita berbeda kekuatannya”, tambah A.Yusuf, S.K.M.,M.Kes. Jumat (02/10)
Disisi
lain ungkapan rasa kecewa juga peduli dari seorang mahasiswi STIK TAMALATEA
angkatan 2011 jurusan Epidemiologi dan Biostatistik Wulan Eska Arada Bici “saya
sangat kecewa dengan ditiadakannya ospek dan bina akrab atau inagurasi.
Padahal, itu kan banyak manfaatnya. Tujuan dari kegiatan ospek, bina akrab atau
inagurasi dilakukan supaya MABA dibentuk
cara berpikirnya dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia kampus. Tujuan lain
sebagai proses pendewasaan mental agar secara individu terlibat beda dengan
yang lainnya, misalnya cara berpikir, berperilaku, berinteraksi. Kampus ungu
kita saat ini lagi krisis mahasiswa, jadi jika kita lemah pada sektor
kuantitas, kita berusaha harus kuat pada sektor kualitas agar STIK TAMALATEA
tidak kalah saing dengan kampus-kampus lainnya, salah satunya melalui
kaderisasi organisasi sebagai landasan terbentuknya manusia-manusia bermental
baja. Yang lebih parah lagi pihak kampus mendukung bahwa kegiatan ini
ditiadakan ini sangat kontradiktif. Berbeda dengan senior yang saat ini sudah
mendapatkan manfaatnya melalui masa-masa seperti itu.”
Memang
tidak mudah untuk memasukkan hal yang baru ditengah budaya yang sudah mendarah
daging. Butuh proses adaptasi dan pemahaman yang mendalam, agar keputusan perubahan
ini diterima.
“Tujuan
kegiatan ini adalah pendidikan buat MABA agar mereka lebih menghargai senior,
karena pada kenyataan sekarang MABA tidak berperilaku yang sepantasnya, main tabrak-tabrak
saja”. Ungkap Dahra Wildana Mahasiswa
Jurusan KL-KK Semester V. Jum’at (2/10) (HB, BL).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar