cerpen
Aku
terkejut saat rini memegang pundakku, katanya “hay tamara apa yang kau
pikirkan? Kenapa kau begitu murung, kata ibumu kau bercita-cita menjadi seorang
guru yah?. Aku hanya diam menatapnya begitu lama. Dipikiranku cita-cita itu
adalah sebuah impian untuk meraih kesuksesan di masa depan. Tapi mengapa orang
tuaku lebih mengutamakan keinginan mereka daripada berfikir untuk memotifasikan
aku untuk meraih impianku.
Aku bercita-cita ingin menjadi seorang dokter, ucapku
pada rini. Tapi apa yang harus kulakukan untuk meyakinkan kepada kedua orang
tuaku agar bisa menyanggupi keinginanku. Aku hanya bisa berdoa dan bersabar
untuk bisa melewati ini, karena aku yakin semua masalah pasti ada jalan
keluarnya.
Rini kamu tidak boleh terlalu berfikir, yang perlu kamu
lakukan kamu harus lebih bersemangat untuk membuktikan kepada ke dua orang
tuamu. Kalau kamu benar-benar ingin menjadi seseorang yang berbakti kepada
orang tuamu dan juga orang lain.
Aku berjalan pulang menuju rumahku dengan beribu-ribu
pertanyaan dalam benakku “apakah dengan aku terus berjuang untuk mengabulkan
impianku akankah disetujui oleh kedua orang tuaku?. Saat tiba di rumah ibu dan
ayahku sudah menunggu di depan rumah. Jantungku berdebar begitu kencang namu
takk disangka jika ayah dan ibuku sudah menyetujui keinginanku. Aku memeluk
ayah dan ibuku dengan rasa haru dan mencucurkan air mata tanda bahagia…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar