iklan tiec

 photo ec_zpsf0cetkly.gif

Jumat, 17 Oktober 2014

CINTA SEDERHANA

Oleh : Indra Utama Putra


          Senja telah pergi beberapa jam yang lalu, kumandang adzan magrib mulai terdengar disekitar kompleks Nusa Tamalanrea Indah. Aku bergegas mensucikan diri di depan air yang mengalir untuk menghambakan diri kepada sang Khalik.

Magrib telah berlalu kini waktu shalat isya pun telah tiba, aku kembali bersujud di atas sajadah yang sudah bolong-bolong pemberian kakekku empat tahun silam, waktu aku pertama kali datang ke kota daeng ini. Katanya sih sajadah ini sajadah kesayangannya.

Malam itu menunjukkan tepat pukul 20.00 aku menghubungi beberapa teman lama, namun sayangnya tak satupun yang mengangkat teleponku. Sepertinya mereka lagi sibuk, maklum karena semuanya aktifis. Misalnya Al-Munawir bergelut di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Arif Busman bergelut di Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), dan masih banyak teman yang lain yang gak bisa kusebutkan satu per satu.

karena mulai bosan dari tadi ngacak-ngacak kontak di HP, tiba-tiba saja tanganku berhenti pada sebuah nama teman perempuan yang dua tahun belakangan kukagumi yaitu “Iin” yah itulah namanya, nama yang sangat indah seindah orangnya. Namun aku tak pernah mengatakan perasaanku secara langsung. Rasa takut di tolak, malu tidak diterima menjadi beban tersendiri dalam jiwa, “yah itulah aku yang belum mencoba sudah kebayang-bayang kejadian buruk yang akan terjadi” komentarku dalam hati. Aku lagi-lagi menarik napas panjang, tangan seakan gemetar untuk menekan tombol call.
 
Akhirnya ku beranikan diri untuk menekan tombol call tersebut, tuuuuuuuttt......tuuuuuutt....tuuuuut.

“Halo, Assalamu’ Alaikum”, ungkapnya
“Waalaikum Salam” balasku dengan suara terbata-bata dengan pipi mulai seperti udang rebus
“Ada apa Indra?”
“hmm gak ada apa-apa, kamu lagi ngapain?”
“duduk aja, Oh iya katanya ada yang mau kamu bicarakan?”. Beberapa hari yang lalu aku pernah chatingan dengan Dia di Facebook, sepertinya dia masih ingat dengan apa yang pernah saya bilang.
“Oh itu”, lagi-lagi aku menarik napas panjang, lalu terdiam sejenak
“Apa? Bilang saja”, Iin mendesak dengan nada penasaran.
“Ohh iyya itu, tunggu...tunggu”, dengan jujurnya aku bilang, “ni lagi ngatur napas”. 

Gak menunggu 2 detik mukaku terasa seperti udang rebus kembali ditambah dada terasa sesak, jantungku pun berdetak lebih cepat dari biasanya, mulut seakan ragu, gagu, dan bergetar saat mengeluarkan kata-kata. Setelah dua menit aku terdiam dengan ucapan Bismillah akhirnya kuberanikan diri untuk bicara, “ini.. aduh bagaimana memulainya yah? Bingung,, ehh gini sebenarnya aku suka sama kamu, iyah aku suka sama kamu. Perasaan ini tumbuh sejak dua tahun lalu saat kamu menghubungiku untuk mendaftar adik kamu di kampusku, jujur sejak saat itu perasaan itu sudah ada, namun aku malu mengatakan itu, tapi malam ini tanggal 15 Juli. 

Tepatnya malam minggu aku memberanikan diri untuk mengatakan perasaan yang selama ini kupendam. Aku takut rasa ini akan menjadi racun dalam jiwa bila terlalu lama kupendam.

“aku tidak butuh jawaban kamu untuk terima atau tidak, bagi aku kamu tahu perasaanku itu sudah lebih dari cukup. Tiba tiba diapun menyelah “terus gimana?”

“Ya sudah gak usah di jawab, bagi aku kamu masih angkat telepon, balas sms itu sudah cukup. Sekarang jalani saja seperti biasanya”. Ini konsep cinta sederhana, cinta yang luar biasanya nanti setelah Tuhan menakdirkan aku dan kamu untuk berada dalam satu bahtera yang diberi nama rumah tangga. Disana nanti akan aku berikan cinta yang luar biasa itu”,

“Terus kenapa harus cinta biasa saat ini?” tanya Iin dengan penuh kebingungan.
“Kenapa saya mesti mencintaimu dengan biasa?. Karena bila suatu saat nanti aku kehilangan kamu, maka aku akan tanggapi dengan biasa. Cinta yang luar biasa itu hanya untuk istri atau suami kita nanti”

Dia terdiam, aku kembali melanjutkan pembicaraanku “ masih bisa toh saya hubungi kamu besok malam?” dengan menghela napas Iin menjawab “iya bisa, kenapa mesti bertanya gitu?” dengan nada kebingungan.

“gak kok, siapa tau aja ada yang marah kalau aku keseringan hubungi kamu” kujawab dengan mantap sambil tertawa kecil

“Gak lah, siapa juga yang mau marah. Emang kamu salah mau dimarahi segala?” jawab Iin dengan tertawa kecil pula 

“oh okelah kalau begitu” uangkapku mantap sambil senyum-senyum sendiri
Akhirnya pembicaraan malam itu selesai juga. Hati terasa lebih baik daripada sebelumnya. “Alhamdulillah lega rasanya perasaan ini” bisikku dalam hati sambil tersenyum-senyum penuh arti

Malam-malam terus berlalu, hari-haripun terus berlalu. Semenjak tanggal 15 Juli kemarin hatiku tak lagi jenuh, kini semua terasa lebih berwarna dari pada sebelum-sebelumnya. Hubunganku dengan perempuan yang sangat ku kagumi itu semakin membaik. 
Status kami berdua tidak bisa dikategorikan pacaran, namun setiap kali ada waktu disela-sela pembicaraan aku selalu sempatkan mengucapkan tiga kata “I love you”, kalau dihitung mungkin sudah ratusan kali ku ucapkan. Namun tak pernah satu kalipun kata-kata yang selalu ku ucapkan mendapat respon, melainkan hanya candaan “isst minta dihajar ya” Dia selalu berkata sambil di barengi tawa kecil khasnya.

Pernah satu kali aku bertanya dengannya “mungkin tidak, ada dua insan yang saling mencintai dan mereka tau akan hal itu tetapi mereka tidak pacaran?, bila ada, salahkah mereka melakukan itu?”. “tidak, maksudmu apa Indra?” jawabnya penasaran. “tidak ada maksud apa-apa Iin” jawabku singkat

Semakin sering berbicara dengannya semakin tumbuh rasa cinta itu. Aku berusaha untuk tetap berkomitmen dengan kata-kataku. Pada akhirnya aku bisa simpulkan “biarlah cinta ini bersemi di ladang rindu dan mekar di taman impian”. Aku yakin bila saatnya tiba dia pasti akan tau betapa aku sangat mencintai dan menyayanginya lebih dari apapun. Tamat....

1 komentar: